Berita Nasional

Pengamat Sebut Jawa Masih Jadi Kunci Pemilu 2024, Tapi Politik Etnis Makin Tergerus

Politik Indonesia tak lagi berbicara soal etnis, malah kerjasama antar etnis. Pandangan ilmuwan menganggap secara politik ikatan etnis lebih lemah.

Editor: m zaenal arifin
Dokumentasi
Diskusi Program Memilih Damai dengan tema "Masihkan Berlaku The Iron Law of Indonesia Politics 'Jawa Adalah Kunci' Pada Pemilu 2024?" di Aula Prof Syukur Abdullah, FISIP Universitas Hasanuddin, Makassar pada Senin (14/11/2022). 

Apalagi sistem pemungutan suara di Indonesia menganut satu suara untuk satu orang.

"Memang secara hitung-hitungan matematika itu besar," tegas Panji.

Baca juga: Empat Siswa MAN 2 Kudus Berhasil Buat Bioreaktor, Alat Penghasil Oksigen Berbahan Seledri

Maka dari itu, makna "Jawa adalah Kunci" bisa disebutkan dari sisi voters atau pemilih.

Panji Anugrah Pramana kemudian menyinggung soal politik etnis.

"Dari sisi etnis memahami data statistik 40 persen lebih sebagai populasi, Sunda 15 persen dan sisanya etnis yang kategori 0-3 persen. Di Indonesia kategori etnis sangat banyak, seorang ilmuwan meneliti etnis ada 1.072 kategori etnis," lanjutnya.

Panji menyebut Indonesia pernah mengalami periode kenaikan politik etnis di akhir masa orde baru. 

Kemudian grafiknya mulai menurun di masa pasca orde baru.

Fenomena pasangan pelangi pun dinilai sebagai solusinya.

Baca juga: Kapolsek Bojong AKP Rudi Mediasi Pertemuan Orang Tua Siswa yang Terlibat Tawuran Antar Pelajar

"Dalam konteks Pilkada ada fenomena pasangan pelangi, maka muncul jargon sahabat semua suku dulu di Sumatera Utara, di Samarinda ada jargon keberagaman itu indah. Bukan berarti aspirasi etnis tidak ada, di Aceh dan Papua ada partai lokal yang dikhususkan," katanya. 

Pasangan pelangi ini merujuk pada hadirnya tokoh politik yang bergandengan dari berbagai latar belakang etnis. Politik di Indonesia pun dipandang tidak lagi mengarah ke politik etnis.

"Indonesia tidak mengarah ke politik berbasis etnis malah kerjasama etnis lebih kuat. Indonesia dalam pandangan ilmuwan menganggap secara politik ikatan etnis lemah,” katanya.

Setelah itu, Panji mengungkapkan tiga alasan sehingga masyarakat Indonesia mulai meninggalkan politik etnis.

"Pertama, kita punya tradisi kuat dan sejarah nasionalisme yang meredam aspirasi kedaerahan tidak berkembang. Ini terjadi karena kesadaran kita sebagai bangsa Indonesia," katanya. 

Panji menilai adanya sistem yang berlaku menyeluruh. 

Baca juga: Harga Emas Antam di Semarang Hari Ini Selasa 15 November 2022 Naik Rp 3.000 per Gram

Sistem terstruktur ini membuat aspirasi kedaerahan diredam secara institusional

Halaman
1234
Sumber: Tribun Pantura
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved