Berita Jateng
Energi Baru Terbarukan Mulai Merambah Industri di Jawa Tengah
Satu di antara energi baru terbarukan yang banyak diadopsi yakni Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Penulis: faisal affan | Editor: m zaenal arifin
"Padahal dengan kemampuan daya 1,370 MWp, kami bisa memanfaatkan 50 persennya. Tapi karena ada regulasi dari PLN yang tidak memperbolehkan, maka kami tidak bisa maksimal memanfaatkannya. Jadi daya yang tidak dipakai terpaksa kami buang," tegasnya.
Saiful mengatakan, apabila pihaknya tetap menggunakan daya PLTS tanpa ada ketentuan regulasi dari PLN, maka pihak PLN tidak akan bertanggung jawab. Padahal pihaknya hanya menunggu izin koneksi dari PLN.
"Kami sudah mengajukan dari Januari 2022 tapi hingga saat ini belum ada informasi lanjutan. Sejujurnya kami berharap daya PLTS yang ada bisa dimanfaatkan sebesar 50 persennya," tutupnya.
Di lain pihak, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko, mengatakan ada kebijakan antara Kementerian ESDM dengan PLN yang belum selesai.
"Itulah mengapa ada regulasi dari PLN yang tidak sejalan dengan Permen no. 26 tahun 2021, sehingga daya yang boleh dimanfaatkan hanya 15 persen saja. Tapi itu bukan kapasitas saya untuk menjawab. Sepenuhnya kebijakan Kementerian ESDM dan PLN," tegasnya.
General Manager PLN M Irwansyah beberapa waktu lalu juga mengatakan untuk wilayah Jawa, Madura, Bali ada kelebihan suplai. Namun menurut pandangan Sujarwanto bukan berarti PLN tidak mendukung green energy.
"Sumbernya PLN itu memang ada yang batubara ada yang dari energi terbarukan. Tapi menurut saya bukan karena kelebihan suplai akhirnya PLTS dibatasi penggunaannya hanya 15 persen. Tapi ada ketidakseimbangan antara pertumbuhan infrastruktur listrik dengan aktivitas ekonomi," jelasnya.
Ia melanjutkan, ketidakseimbangan tersebut terjadi pada saat pandemi dimana aktivitas orang dibatasi. Namun, saat ini PLN sedang mempercepat penyambungan untuk konsumen baru.
"Jika dikaitkan dengan green energy, PLN sudah berkomitmen akan menggunakan sumber energi terbarukan secara bertahap. Mulai dari tahun 2030 hingga 2060. Tujuannya supaya ada zero emission. Hal itu tertuang dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN)," pungkas Sujarwanto. (*)
