Perdagangan Orang

Polda Jateng Ungkap Modus Pelaku Perdagangan Orang, Iming-iming Gaji Tinggi Kerja di Luar Negeri

Para tersangka baik perorangan maupun perusahaan memiliki modus mengajak korban dengan cara diiming-imingi gaji tinggi bekerja di luar negeri.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: m zaenal arifin
Tribun-Pantura.com/Iwan Arifianto
Kasatgas TPPO Polda Jateng, Brigjen Pol Abioso Seno Aji bersama para pejabat utama menunjukkan sejumlah barang bukti dalam kasus TPPO Polda Jateng saat konferensi pers di Kota Semarang, Rabu (21/6/2023). 

TRIBUN-PANTURA.COM, SEMARANG - Para korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terpaksa harus membayar sejumlah uang kepada para tersangka untuk berangkat keluar negeri.

Bahkan, di antara mereka ada yang terpaksa menjual tanah demi bisa bekerja di Jepang.

"Saya jual tanah lalu menyetorkan uang sebesar Rp 65 juta kepada tersangka," ucap korban TPPO asal Sukodono, Kabupaten Sragen, Ruslan, di Kantor Polda Jateng, Rabu (21/6/2023).

Ruslan awalnya mengenal tersangka dari seorang temannya.

Selepas berkenalan dengan tersangka, ia dijanjikan berangkat ke Jepang untuk bekerja di pabrik pengolah makanan.

Ia dijanjikan gaji sebesar 1.200 ribu Yen perjam atau setara Rp 126 ribu.

Tergiur dengan gaji yang tinggi dan mekanisme penyaluran kerja lebih cepat, ia pun tergiur untuk bekerja kerja ke Jepang lewat tersangka.

Kasatgas TPPO Polda Jateng, Brigjen Pol Abioso Seno Aji mengobrol dengan para tersangka kasus TPPO saat konferensi pers di Polda Jateng, Kota Semarang, Rabu (21/6/2023).
Kasatgas TPPO Polda Jateng, Brigjen Pol Abioso Seno Aji mengobrol dengan para tersangka kasus TPPO saat konferensi pers di Polda Jateng, Kota Semarang, Rabu (21/6/2023). (Tribun-Pantura.com/Iwan Arifianto)

Bahkan, ia diiming-imingi pula akan diantar ke Jepang baik ke tempat kerja maupun ke asrama.

Faktanya ketika di Bandara Soekarno Hatta Jakarta korban sudah ditinggal pergi. 

Ia pun terpaksa berangkat ke Jepang sendiri yang berujung deportasi.

"Saya ternyata menggunakan visa kunjungan wisatawan bukan untuk bekerja," terangnya.

Ia mengungkapkan, penyalur tenaga kerja ke luar negeri antara resmi dan tak resmi memang memiliki perbedaan.

Sebelumnya, ia pernah pergi ke Jepang di tahun 2001 dan 2005. Namun, pada tahun 2018 lalu niat berangkat kembali muncul.

Menurutnya, penyalur tenaga kerja resmi biasanya ada pelatihan, medical check up pelatihan bahasa dan lainnya.

Sebaliknya, perusahaan abal-abal tidak ada pelatihan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved