Berita Pekalongan

Dua Nelayan Pekalongan Dihukum Belasan Tahun, Keluarga Merasa Janggal, Kini Cari Keadilan

Dua nelayan warga Desa Bebel, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan divonis 18 tahun dan 17 tahun penjara oleh PN Kabupaten Pati.

Penulis: Indra Dwi Purnomo | Editor: m zaenal arifin
Tribunpantura.com/Indra Dwi Purnomo
Keluarga dua nelayan iyaitu Muhammad Sobirin (38), dan Casmui didakwa membunuh, seorang nelayan di Pelabuhan Juwana pada Juli 2023 lalu meminta keadilan oleh Presiden Jokowi dan Kapolri. 

TRIBUN-PANTURA.COM, KAJEN - Dua nelayan warga Desa Bebel, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan divonis 18 tahun dan 17 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Pati.

Dua nelayan itu yaitu Muhammad Sobirin (38), dan Casmui. Mereka didakwa membunuh seorang nelayan di Pelabuhan Juwana, Pati, pada Juli 2023 lalu.

Atas vonis itu, keluarga terdakwa berniat banding dan mencari keadilan karena yakin bahwa keduanya tidak melakukan pembunuhan seperti yang dituduhkan. 

"Sebagai ibu dari Muhammad Sobirin merasa tidak terima anak saya dituduh membunuh lalu dihukum 18 tahun penjara," kata Suyuti (54), ibu dari Muhammad Sobirin, Kamis (25/1/2024).

Baca juga: Puluhan Ibu-Ibu Geruduk PDAM Tirtayasa Kota Pekalongan, Protes Kualitas Air Buruk

Ia menceritakan, proses hukum yang dijalani oleh anaknya itu terasa janggal, dan tidak cukup alat bukti. Namun dipaksakan hingga berujung vonis.

"Anak saya tidak bersalah, dan menjadi korban kesaksian palsu," ucapnya.

Oleh karena kasus yang menimpa anaknya itu, ia bersama keluarga mengadukan hal tersebut ke presiden dan kapolri untuk bisa mendapatkan keadilan, serta mengungkap kasus yang sebenarnya.

"Mohon kepada bapak Presiden Jokowi dan bapak Kapolri untuk bisa membantu membebaskan anak saya," imbuhnya.

Suyuti mengungkapkan, kasus yang menimpa anaknya itu bermula dari temuan jenazah berjenis kelamin pria yang badannya dipenuhi tato terapung di Sungai Silugonggo, kawasan Pelabuhan Juwana, Kabupaten Pati pada Kamis 6 Juli 2023.

Baca juga: Caleg dan Simpatisan PKB di Purbalingga Deklarasi Dukung Prabowo Saat Anies Kunjungan ke Banyumas

Kemudian, kepolisian setempat menangkap anak dan temannya atas laporan rekan korban yang sama-sama ikut rombongan nelayan dari Wonokerto di Kapal Mina Maulana yang diminta berangkat menjemput hasil tangkapan ikan kapal lain di tengah laut untuk dilelang.

"Dua orang ini, pelapor dan korban yang bernama Khoirul Anam merupakan titipan dari pengurus kapal lain yang diikutkan rombongan nelayan dari dua terdakwa ini," ungkapnya.

Made salah satu kerabat dari Suyuti, menjelaskan, kapal berangkat pada Selasa 5 Juli 2023 saat itu korban tidak ditemukan berada di kapal, hingga akhirnya dilaporkan ke pengurus lalu dilakukan pencarian akan tetapi tidak ditemukan.

Karena kapal tetap harus berangkat, akhirnya korban ditinggalkan atas perintah pengurus karena dianggap sudah menerima uang panjar lalu menghilang.

"Hingga akhirnya pada Rabu 6 Juli 2023 pagi, KM Mina Maulana berangkat meninggalkan pelabuhan tanpa ada korban," jelasnya.

Baca juga: LKPP Dorong Pemkot Pekalongan Tingkatkan Belanja Produk Hasil Pelaku Usaha Lokal

Lalu di hari yang sama ada panggilan radio yang meminta kapal putar balik ke pelabuhan, karena ada kabar temuan mayat nelayan yang menjadi anak buah kapal (ABK) dari KM Mina Maulana.

Dari informasi yang dikumpulkan kondisi mayat sudah mulai membusuk, namun hasil pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda luka akibat kekerasan fisik.

Jasad korban yang dipenuhi tato juga tidak dalam keadaan terikat tangannya. 

"Akhirnya sembilan awak kapal termasuk pelapor diperiksa oleh polisi setempat, dan selama sepekan lalu disuruh pulang," ucapnya.

Setelah pulang, beberapa hari kemudian diperiksa lanjutan dari mulai Pukul 09.00 pagi hingga malam dan kembali diminta pulang.

Namun ironisnya dalam perjalanan pulang dicegat lalu dua orang dan nelayan Muhammad Sobirin dan Casmui ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.

"Kedua nelayan nahas dijadikan terdakwa dan semula dijerat dengan Pasal 351 lalu berubah menjadi Pasal 340. Disebutkan Pasal 340 itu penganiayaan yang dilakukan secara berencana," imbuhnya.

Baca juga: Partisipasi Pemilih di Margadana Rendah, Pemkot Tegal Ajak Pengusaha Warteg Sukseskan Pemilu 2024

Kemudian muncul permintaan penasehat hukum untuk menghadirkan saksi, namun tidak diizinkan dengan alasan saksi oleh penyidik sudah disumpah pada saat pemeriksaan. 

"Akhirnya hakim menerima seperti itu lalu berlanjut terus sampai dengan pemeriksaan ke polygraph atau tes kebohongan. Itu ditanyakan oleh penasehat hukum apakah sah kalau tidak didampingi oleh penasehat hukum kan seperti itu," beber Made.

Kemudian, alat bukti yang dijadikan dasar untuk menetapkan tersangka kedua nelayan itu juga tidak ditemukan.

Kesaksian pelapor ada alat pemukul, informasinya dibuang namun tetap saja tidak ditemukan. Lalu untuk saksi hanya ada satu, itupun pelapor sendiri.

"Pengakuan pelapor korban dipukul di belakang kepala lalu diinjak-injak oleh Muhammad Sobirin, kemudian meminta bantuan Casmui.'

"Padahal hasil pemeriksaan jasad korban, tidak ada tanda kekerasan bahkan media setempat awalnya menuliskan itu dalam pemberitaannya," imbuhnya.

Bahkan, pengakuan ke tujuh ABK dan satu nahkoda di kapal tersebut tidak mendengar ada keributan pada saat kejadian.

Semua ABK mengaku tidur, dan tidak menyaksikan adanya peristiwa yang menimpa korban Khoirul Anam seperti kesaksian pelapor.

"Di persidangan pun para terdakwa menyebut kesaksian pelapor palsu, terdakwa kekeh tidak melakukan seperti yang dituduhkan," katanya.

Baca juga: Sejumlah Tanggul di Kota Pekalongan Akan Segera Ditinggikan, Ini Tujuannya

Ia menguraikan di dalam persidangan semua diungkap mulai dari forensik, polygraph, kesaksian identifikasi, masalah sidik jari dan masih banyak lainnya, namun hakim tetap memutus Muhammad Sobirin 18 tahun penjara dan Casmui 17 tahun penjara.

"Kami mengajukan banding dan akan tetap terus berusaha mencari keadilan agar anak dan saudara kami dibebaskan demi hukum," tambahnya 

Sementara itu, Didik Pramono dari LBH Adhyaksa yang menjadi pendamping kedua nelayan Wonokerto yang divonis 17 dan 18 tahun penjara akan melakukan pengawalan, hingga kasus yang menimpa kliennya mendapatkan keadilan.

"Kita akan lakukan pendampingan, agar kasus ini bisa menjadi perhatian semua pihak bahwasannya kedua nelayan ini tidak bersalah," katanya. (*)

Sumber: Tribun Pantura
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved