Tanah Longsor di Petungkriyono

Warga Dukuh Tembelan Pekalongan Masih Terisolir, Logistik Dikirim dengan Tali Katrol

Warga Dukuh Tembelan, Desa Kayupuring, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, masih terisolir setelah bencana longsor dan banjir bandang.

|
Penulis: Indra Dwi Purnomo | Editor: m zaenal arifin
Tribunpantura.com/Indra Dwi Purnomo
JEMBATAN PUTUS - Kondisi jembatan Kali Welo di Petungkriyono, Pekalongan, terputus akibat banjir bandang sehingga membuat warga Dukuh Tembelan terisolir. Terlihat, warga menarik tali katrol untuk menerima bantuan logistik dan mendistribusikannya kepada warga terdampak, Rabu (29/1/2025). (TRIBUN PANTURA/ INDRA DWI PURNOMO) 

TRIBUN-PANTURA.COM, PEKALONGAN - Warga Dukuh Tembelan, Desa Kayupuring, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, masih terisolir setelah bencana longsor dan banjir bandang yang melanda wilayah tersebut.

Putusnya Jembatan Tembelan Kali Welo, yang menjadi akses utama warga, membuat aktivitas warga lumpuh total.

Jembatan ini tidak hanya menjadi jalur vital bagi masyarakat Petungkriyono, tetapi juga bagi warga Doro dan sekitarnya yang ingin menuju ke wilayah tersebut.

Akibat kerusakan ini, warga harus menempuh jalur memutar melalui Banjarnegara, yang juga terdampak longsor dan sulit dilalui.

Sejak kejadian, warga bersama kepolisian telah membangun jembatan bambu darurat untuk memungkinkan pengiriman logistik.

Namun, kondisi cuaca yang tidak menentu semakin memperburuk situasi.

Berdasarkan pantauan lapangan, Rabu (29/1/2025), hujan deras disertai kabut tebal menyelimuti wilayah Petungkriyono.

Baca juga: Update: Korban Meninggal Tanah Longsor dan Banjir Bandang di Petungkriyono Jadi 25 Orang

Jembatan darurat yang terbuat dari bambu masih berdiri, tetapi warga yang ingin melintasinya harus turun ke sungai sedalam 5 meter dengan medan berbatu yang curam dan berbahaya.

Saat hujan turun, aliran sungai semakin deras dan berwarna coklat pekat, membuat jembatan bambu hampir hanyut terbawa arus. Kondisi ini menambah tantangan bagi warga yang berusaha menyebrangi sungai untuk mendapatkan pasokan logistik.

Bantuan Logistik dengan Tali Katrol

Setelah sembilan hari sejak bencana terjadi, bantuan dari donatur mulai berdatangan.

Salah satu bantuan yang signifikan adalah tali katrol untuk menarik logistik ke seberang sungai, yang sangat membantu mempercepat pengiriman makanan dan kebutuhan lainnya.

Kapolsek Talun, Iptu Adi Agung, mengungkapkan bahwa anggota Polsek Talun bersama masyarakat setempat telah membangun jembatan darurat bambu di aliran sungai yang menghubungkan Desa Kayupuring dan Desa Kasimpar.

Selain itu, para petugas juga ikut membantu warga membawa logistik secara manual.

Baca juga: Polres Pekalongan Lakukan Trauma Healing untuk Keluarga Korban Longsor Petungkriyono

Bambang Prasetyo, salah satu warga, menjelaskan bahwa pengiriman logistik ke Dukuh Tembelan masih dilakukan secara tradisional, yakni dengan berjalan kaki menuruni tebing curam dan menyebrangi jembatan bambu.

"Baik laki-laki maupun perempuan harus berjalan kaki naik turun membawa logistik. Arus sungai yang deras dan kondisi jembatan darurat membuat perjalanan sangat berisiko."

"Namun, sejak lima hari terakhir, bantuan tali tambang dari donatur memudahkan pengiriman barang dengan sistem katrol," jelas Bambang.

Warga Bertahan dengan Bantuan

Bambang menambahkan bahwa putusnya jembatan ini berdampak besar pada perekonomian warga Petungkriyono.

Biasanya, jalur ini menjadi akses utama perdagangan antara Kabupaten Pekalongan dan Banjarnegara. 

Kini, satu-satunya alternatif adalah jalur memutar melalui Banjarnegara, yang juga tertutup longsor di beberapa titik.

"Dukuh ini masih terisolir, dan aksesnya sangat ekstrem. Jika melewati Kasimpar, ada titik longsor yang belum bisa dilalui. Saat ini, logistik masih aman, tetapi aksesnya yang sangat sulit," tambahnya.

Baca juga: BREAKING NEWS: Tim SAR Temukan Lagi Satu Korban Longsor dan Banjir Bandang di Petungkriyono

Setelah logistik tiba di seberang jembatan, warga yang menunggu akan membawanya menggunakan sepeda motor menuju masjid di dukuh tersebut untuk didistribusikan lebih lanjut.

"Ada sekitar 10 petugas yang berjaga di lokasi dari pagi hingga maghrib. Saat ini, kebutuhan yang paling mendesak adalah bahan makanan tahan lama seperti ikan asin dan beras. Sementara kebutuhan air dan pakaian sudah mencukupi," pungkas Bambang.

Hingga kini, warga masih berharap ada solusi permanen untuk membangun kembali jembatan utama agar aktivitas mereka bisa kembali normal dan tidak terus bergantung pada jalur darurat yang berisiko tinggi. (*)

Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved