Berita Purbalingga

Kejari Purbalingga Tetapkan Tiga Tersangka Kasus Dugaan Korupsi di DLH, Ini Peran Masing-masing

Penulis: khoirul muzaki
Editor: Rival Almanaf
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tersangka kasus dugaan korupsi saat akan dibawa ke rumah tahanan dari Kejaksaan Negeri Purbalingga.

TRIBUN-PANTURA.COM, PURBALINGGA -Kejaksaan Negeri (Kejari) Purbalingga menetapkan tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Purbalingga tahun anggaran 2017-2018, Rabu (4/11/2020).

Usai ditetapkan tersangka, ketiganya M, CK, dan SK langsung ditahan di rumah tahanan sampai 20 hari ke depan.

Baca juga: Direkrur Bisnis Bulog Klaim Penyerapan Gabah Lancar saat Kunjungi Gudang Wiradesa Pekalongan

Baca juga: Hak Komersial Tim Liga 1 Hanya Diberikan 25 Persen, Manajemen PSIS Pusing Tuju Keliling

Baca juga: Bawaslu Kendal Temukan 10 Pelanggaran Administrasi Selama Sebulan Kampanye

Baca juga: Dedy Yon Minta Seluruh OPD Kota Tegal Komitmen Cegah Stunting

Kasi Pidsus Kejari Purbalingga Mayer Volmar Simanjuntak mengatakan, penetapan tersangka ini setelah pihaknya memiliki cukup alat bukti serta melalui pemeriksaan puluhan saksi.

"Sudah di tes rapid, hasilnya non reaktif, sehingga ditahan,"katanya.

M dan CK berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), sementara SK adalah karyawan SPBU yang menjadi rekanan.

CK sempat menjabat sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Sampah.

Adapun SK adalah staf sekaligus bendahara yang mengurusi retribusi layanan persampahan.

Mayer membeberkan, modus tersangka adalah membuat laporan pertanggung jawaban (LPJ) yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Nilai anggaran yang dilaporkan dalam LPJ itu lebih besar dari yang digunakan atau direalisasikan.

Sehingga timbul selisih pembayaran.

Modus lainnya, retribusi layanan persampahan oleh tersangka tidak disetorkan seluruhnya ke kas daerah.

Sebagian dipakai untuk kepentingan pribadi.

Padahal, sesuai aturan, seluruh retribusi mestinya disetorkan ke kas daerah.

Adapun tersangka SK berperan menerima pembayaran, namun tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM).

Baca juga: BPBD Kota Tegal Pantau 3 Sungai dan 1 Polder Berpotensi Sebabkan Banjir

Baca juga: Petahana Wali Kota Semarang Positif Covid-19, Ganjar: Pengingat bagi Calon Kepala Daerah Lain

Baca juga: Perjuangan Petugas Pemulasaran Perempuan di RSUD dr Soeselo Slawi, Tidak Punya Waktu untuk Keluarga

Baca juga: Dedy Yon Minta Seluruh OPD Kota Tegal Komitmen Cegah Stunting

"Menerima pembayaran namun tidak digunakan membeli BBM, tapi dikembalikan ke pihak-pihak itu untuk disalahgunakan,"katanya.

Dari hasil pengembangan penyidikan, nilai penyimpangan dalam kasus tersebut mencapai sekitar Rp 870 juta, atau lebih besar dari taksiran awal sebesar Rp 600 juta.(Aqy)