TRIBUNPANTURA.COM,BATANG - Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Batang menindaklanjuti aspirasi para supir truk dalam aksi demo penolakan kebijakan penertiban over dimension dan over load (ODOL), Selasa (22/2/2022) lalu.
Tindak lanjut tersebut dilakukan dengan mengumpulkan Perwakilan dari Organiasi Anggkutan Darat (Organda), pengemudi truk dan pengusaha jasa pembuatan truk di Kantor Dishub Batang.
Mereka pun diajak diskusi bersama serta ikut dalam telekonferensi dengan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan terkait sosialisasi UU Odol.
Baca juga: Skor Imbang di Laga Borneo FC vs PSIS Semarang, Mahesa Jenar Kembali Gagal Menang
Baca juga: Babak Pertama Borneo FC Lawan PSIS Semarang, Dua Gol Cepat Melesak, Poin Imbang 1-1
Baca juga: Bangun Bisnis Lewat Jaring Kemitraan, Wali Kota Semarang Hendi Ingin UMKM Naik Kelas
Kepala Dishub Kabupaten Batang Murdiyono mengatakan, pertemuan dengan perwakilan awak angkutan truk dan Organda sifatnya hanya sosialisasi regulasi Odol.
"Jadi belum ada penindakan terkait Undang-undang Odol, sifatnya hanya sosialisasi dan edukasi sambil menunggu kebijakan dari pemerintah pusat," tuturnya.
Sementara, Ketua Koridor Alas Roban Community, Anton Amirudin mengatakan terkait peraturan Odol pihaknya hanya ingin mensinkronkan antara supir dan pengusaha.
"Kalau dari komunitas pengemudi Alas Roban sebenarnya mendukung peraturan Odol, tapi yang dipertanyakan apakah ini juga berlaku untuk pengusaha, karena kenyataannya supir yang menjadi korban," tuturnya usai diskusi, Kamis (24/2/2022).
Ia berharap Undang-undang tentang Odol harus disosialisasikan ke pengusaha jasa logistik hingga pemilik barang yang menggunakan kendaraan dengan dimensi dan muatan berlebih.
"Dari hasil telekonferensi dengan Dirjen Perhubungan Darat sudah mengarah ke sana, tapi belum ada keputusan final," ujarnya.
Ia beranggapan dengan diberlakukanya peraturan tentang undang-undang Odol akan merugikan para awak angkutan truk.
"Kita tetap perjuangkan hak-hak kita sebagai sopir seperti keselamatan, tarif besar kecilnya transportasi juga harus distandarkan, kalau tidak secara otomatis penghasilan para sopir akan berkurang," imbuhnya.
Sekretaris Organda Kabupaten Batang, M Sodik menambahkan dengan adanya kendaraan truk Odol sangat meresahkan awak angkutan.
"Semua barang yang dimuat itu overload atau tidak, apabila terjadi kecelakaan, semua tumpuannya ke pengemudi. Jadi selama ini pengemudi dikambinghitamkan oleh pengusaha," ujarnya.
Ia pun berharap ada kerjasamanya para pengemudi truk agar melaporkan apabila barang muatanya berlebih.
Sehingga Organda bisa membantu apabila terjadi sesuatu di jalan.
"Organda mendukung pelaksanaan anti ODOL dan sudah semestinya otoritas juga melaksanakan penindakan dan pembenahan ke hulu," jelasnya.
Hal itu agar semua industri pemakai jasa angkutan logistik jalan bisa mensukseskan kampanye anti ODOL.
Baca juga: Warga Terganggu, Karaoke di Bugel Jepara Digeruduk, 6 LC dan 13 Botol Miras Diamankan
Baca juga: Sejumlah Wilayah Pemalang Susah Sinyal, Pemkab Berharap Blank Spot Bisa Segera Teratasi
Baca juga: Inovasi DLH Batang Kurangi Volume Sampah, Olah Daun Jati Gugur di HKR Jadi Pupuk Kompos
Ia pun berharap ada penyempurnaan regulasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi.
"Organda mengusulkan kenaikan MST untuk penetapan kelas jalan (dari 10T menjadi 11,5T dan dari 8T menjadi 9T) dan konsekuensi yang lain mesti dibangun hub logistik sesuai hierarki kelas jalan," jelasnya.
Di masa transisi regulasi, pihaknya meminta pemerintah mengeluarkan ketentuan jika terjadi laka lantas akibat ODOL.
"Maka kesalahan ada di pemilik barang/prinsipal dan juga pengangkut (untuk single commodity). Jika heterogen commodity tentunya jadi tanggung jawab pengangkut," pungkasnya. (*)