Berita Semarang

Warga Bendan Ngisor Pasang Spanduk Protes Penolakan, Juladi Minta Jangan Asal Usir  

Di balik viral kasus anak Semarang, JES (8) yang kesulitan pergi ke sekolah akibat rumah orangtuanya ditutup pagar seng, kini muncul konflik lain.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Moch Anhar
TRIBUN JATENG/IWAN ARIFIANTO
SPANDUK PENOLAKAN - Penampakan spanduk penolakan yang terpasang di Jalan Lamongan Selatan 2, RT 7 RW 1 Bendan Ngisor, Gajahmungkur, Senin (04/08/2025). Spanduk itu menyebut penolakan atas warga bernama Julian Boga Siagian untuk tinggal di lingkungan tersebut. 

TRIBUNPANTURA.COM, SEMARANG - Di balik viralnya kasus anak Semarang berinisial JES (8) yang kesulitan pergi ke sekolah akibat rumah orangtuanya ditutup pagar seng, kini memunculkan konflik yang semakin meruncing. Ayah JES, Juladi Boga Siagian (54) kini mendapatkan tuntutan untuk segera meninggalkan rumah tersebut. 

Tuntutan itu diungkapkan warga RT 7 RW 1 Kelurahan Bendan Ngisor, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang dengan pemasangan spanduk yang dipasang di jalan masuk menuju rumah Siagian.

Spanduk warna kuning bergaris merah itu bertuliskan "Warga RT 07 RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor Menolak Warga Atas Nama Juladi Boga Siagian. Warga Menghimbau Untuk Yang Bersangkutan Dapat Segera Pindah dari RT 07 RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor". 

Ketua RT 7 RW 1 Bendan Ngisor, Sugito membenarkan spanduk tersebut dipasang oleh warganya pada Minggu (3/8). Pemasangan itu, kata dia, hasil dari musyawarah warga yang sudah dilakukan sebelumnya.

"Pemasangan spanduk itu tindak lanjut dari petisi warga. Jadi ini kehendak mereka," kata Sugito kepada Tribun Jateng, Senin (4/8).


Dokumen petisi penolakan warga yang ditunjukkan Sugito kepada Tribun Jateng terdiri dari lima lembar yang ditandangani oleh Sugito dan Ketua RW 1 Bendan Ngisor, Subroto bersama 22 warga lainnya.

Dalam dokumen bertanggal 3 Agustus 2025 itu, ada delapan catatan warga mengenai perilaku Siagian di antaranya tidak pernah bersosialisasi dengan warga sekitar, membakar sampah sembarangan, membiarkan anjingnya berkeliaran, melakukan pencemaran nama baik warga hingga melakukan pengancaman.

Berdasarkan hal itu, warga meminta  Juladi  pindah dari tempat tersebut.


"Warga menolak yang bersangkutan tinggal di situ karena beberapa alasan di antaranya ada peliharaan anjing yang diliarkan dan persoalan sampah," sambung Sugito.


Jawaban  Juladi 

TribunPantura.com lalu melakukan konfirmasi kepada Juladi Boga Siagian. Berhubung akses depan rumah Siagian telah ditutup  dengan pagar seng, Tribun mendatangi rumahnya dari sisi belakang dengan menyusuri sungai Tuk atau Kali Tuk Bendan Ngisor.

Untuk mencapai rumah Siagian lewat jalur Kali Tuk harus berjalan kaki sekitar 200 meter di atas jalan setapak selebar setengah meter di pinggiran kali yang berbatu dan berpasir. Sungai itu memiliki lebar sekitar 10 meter dengan kondisi dangkal. 

Pada sisi kiri pinggiran kali itu berupa tembok pondasi rumah warga yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS). Di tembok pondasi itu terdapat moncong pipa yang mengarah ke sungai. Tak heran, ketika melintasi jalan setapak itu, bau kotoran manusia acapkali menyapa hidung.

Ketika ditemui di rumahnya, Siagian baru saja pulang dari mencari barang rongsokan. Pekerjaan pria ini adalah pemulung.

"Soal spanduk saya baru tahu tadi pagi. Tentu saya kaget tapi saya belum bisa mengambil kesimpulan apa maksud dari spanduk tersebut," jelas  Juladi.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved