Berita Nasional
Air Mata Masrup dkk Tumpah di Arena Balap Dunia, Kisruh Lahan Sirkuit MotoGP Mandalika
Air Mata Masrup dkk Tumpah di Arena Balap Dunia, Kisruh Lahan Sirkuit MotoGP Mandalika
Dia merasa diperlakukan tidak adil.
Selama tiga hari, 860 personel gabungan TNI-Polri dan Satpol PP Lombok Tengah mengamankan kegiatan land clearing ITDC, pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kuta Mandalika.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto yang berada di lokasi mengatakan, tahap lertama land clearing dilakukan di tiga titik yang merupakan lokasi prioritas, yaitu lahan Amaq Karim HPL nomor 73, Masrup HPL nomor 76, dan Suhartini HPL nomor 48, dengan total luas 2,5 hektar.
"Semua sudah berhasil kita lakukan. Memang ada upaya menghalangi, tetapi kita berusaha memberi pemahaman agar proses land clearing bisa dilakukan."
"Seperti di lahan milik Suhartini, mereka mengikhlaskan," kata Artanto.
ITDC disebut membeli pada jenazah di kuburan
Hingga Jumat (17/9/2020) keluarga Masrup masih belum bisa menerima kenyataan tanah mereka diambil begitu saja untuk lintasan sirkuit MotoGP.
Sudirman (40), anak kandung Masrup, merinci hak kepemilikan mereka atas tanah seluas 1,6 hektar itu. Menurutnya, pemilik pertama tanah itu bernama Gowoh.
Karena tak punya keturunan, akhirnya ahli warisnya jatuh ke Seratip alias Amaq Kanip.
Setelah dimiliki oleh Seratip, tahun 1973 dibeli oleh Gayib alias Amaq Serut.
"Terbitlah pipil garuda tahun 1973 atas nama Amaq Masrup (putra dari Gayib alias Amaq Serut)."
"Bapak saya Masrup memiliki dokumen pipil garuda atas namanya sendiri, bukan nama orang lain," kata Sudirman.
Yang menjadi pertanyaan Sudirman dan keluarganya, bagaimana kemudian ITDC tiba-tiba mengaku memperoleh HPL atas lahan itu atas proses jual beli dengan Gowoh tahun 1993, seluas 1,6 hektar, sementara Gowah telah meninggal dunia tahun 1943.
"Ini yang saya herankan, ITDC mengaku membeli dari Gowah. Bagaimana ITDC mengaku membeli tanah dari orang yang sudah meninggal?"
"Bagaimana Gowah hidup lagi dan jual tanah ke ITDC?" Kata Sudirman.
Saat ini mereka masih menetap di lahan seluas 68 are atau 6.800 meter persegi atas nama Reni (alm) saudara perempuan kakeknya (Gayib).
Dari 68 are itu, hanya 39,5 are yang masuk dalam tanah inclave versi ITDC.
Itu artinya keluarga Masrup kehilangan sekitar 1,88 hektar lahan yang merupakan peninggalan kakeknya Gayib, tempat mereka menopang hidup selama puluhan tahun.