Berita Regional

Sempat Kecewakan Ibu Karena Jadi Pemulung Setelah Lulus Kuliah, Pria Ini Kini Raih Kalpataru

Seorang sarjana yang menjadi pemulung tentu sangat sedikit jumlahnya, atau mungkin tidak ada.

Editor: Rival Almanaf
Kompas.com
Pendiri Bening Saguling Foundation Indra Darmawan (48 tahun) memperlihatkan produk eceng gondok yang diproduksi dengan konsep pemberdayaan masyarakat. (KOMPAS.com/RENI SUSANTI) 

Hal itu mengkhawatirkan, karena eceng gondok bisa mengurangi jumlah oksigen dalam air, sedimentasi, mengurangi jumlah air, mengganggu lalu lintas di perairan dan lainnya.

Untuk itu, ia bersama pemulung lainnya mengambil sampah dan eceng gondok, kemudian mengelolanya menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan bernilai.

“Tapi untuk eceng gondok tidak semua diambil, karena eceng gondok juga berfungsi menangkap polutan logam berat dalam air,” kata dia.

Eceng gondok ini disulap menjadi produk zero waste atau nol sampah.

Batangnya dibuat kerajinan, sementara akarnya menjadi media tanaman.

Kemudian bagian sisa lainnya dibuat briket hingga pupuk organik cair.

Untuk kerajinan, ia memberdayakan para istri pemulung.

Mereka membuat tas, keranjang, sandal, tempat tissue, hingga gazebo, dari batang eceng gondok.

Harga jualnya berkisar Rp 25.000 sampai Rp 15 juta.

Meski harganya terbilang terjangkau, produk yang dihasilkan terbilang cantik, elegan, dan tahan lama.

Indra juga mengelola sampah dengan konsep yang sama.

Bahkan ia membuat mesin pencacah sampah sendiri.

Kreativitas inilah yang mengantarkan Indra menjadi pembicara di berbagai tempat di Indonesia.

Sarjana jadi pemulung

Keberhasilan Indra mendirikan dan mengembangkan Bening Saguling Foundation tidak mudah.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved