Berita Pemalang

35 ABK Indonesia Terlantar di Majuro, Begini Cara Mereka Bertahan Hidup Menunggu Dipulangkan

35 ABK Indonesia Terlantar di Majuro, Begini Cara Mereka Bertahan Hidup Menunggu Dipulangkan

Penulis: budi susanto | Editor: yayan isro roziki
Istimewa
Screenshot video puluhan ABK Indonesia yang minta dipulangkan dari Majuro. 

TRIBUNPANTURA.COM, PEMALANG - 35 Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang tertahan di Majuro, bagian dari Negara Kepulauan Marshall, harus bekerja keras untuk bertahan hidup. 

Diketahui puluhan ABK tersebut tertahan di Majuro selama 5 bulan dan belum jelas kepulangannya. 

Sisa gaji yang mereka dapat pun mulai habis untuk bertahan dan menunggu pemulangan yang dijanjikan dari agensi dan Pemerintah Indonesia.

Baca juga: Geger Video 35 ABK Indonesia di Majuro Minta Dipulangkan, 15 Orang di Antaranya Warga Pemalang

Baca juga: Peringati Pertempuran Laut Aru, Jenderal TNI AL Ziarahi Makam Pahlawan di Tegal

Baca juga: Ketum Serikat Nelayan NU Sentil Gubernur Jabar soal Pelabuhan Karangsong: Kang Emil ke Mana?

Baca juga: Breaking News: Truk Tabrak Pemotor di Depan SPBU Subah, Dua Korban Tewas

Alhasil beberapa ABK terpaksa menjadi tenaga bongkar muat ikan dengan gaji 3 Dolar AS setiap jam setelah dua pekan. 

Dituturkan Bambang Irawan, satu di antara ABK yang juga tertahan di Majuro, para ABK hanya minta dipulangkan karena kontrak kami sudah habis. 

"Namun belum ada tindakan jelas dari pihak manapun terkait kepulangan kami."

"Di sini ada 35 orang, 15 dari Pemalang, sisanya ada yang dari Batang, Pekalongan, Tegal dan daerah lainya," katanya saat dihubungi Tribunjateng.com melalui sambungan telpon, Jumat (12/1/2021). 

Dilanjutkannya, Bambang yang merupakan warga Comal Kabupaten Pemalang, biaya hidup di Majuro sangat tinggi, dan memaksa sejumlah ABK bekerja sebagai kuli bongkar di pelabuhan. 

"Untuk memenuhi kebutuhan, beberapa ada yang bekerja di Pelabuhan Majuro yang dekat dengan tempat kami tinggal, pekerjaan sebagai kuli bongkar ikan dengan gaji 3 Dolar AS perjam."

"Itu pun  dibatasi 3 sampai 4 orang, dan mendapat gaji setelah 4 kali bongkaran atau 2 pekan," ujarnya. 

Dipaparkannya tingginya biaya hidup di Majuro sangat meyusahkan para ABK yang tertahan. 

"Di sini biaya hidup mahal, paket internet 5 gigabytes saja seharga 25 Dolar AS, mau pakai WiFi di tempat kami tinggal harus bayar ke pekerja di sini untuk sandi WiFi."

"Padahal kami selama 5 bulan kami tidak dibayar," jelasnya. 

Bambang menjelaskan, 35 ABK tidur di dua raungan, yaitu di lantai bawah dan lantai atas. 

"Di lantai satu bisa menampung 12 orang, di lantai dua sebenarnya gudang namun kami bersihkan untuk tidur, itu pun tidak muat menampung sisa kawan-kawan, jadi terpaksa ada yang tidur di luar serta di mobil," kata Bambang. 

Ia menambahkan, setiap bulan para ABK diminta tanda tangan perpanjangan kontrak, namun tanpa disertai materai. 

"Tanggal dalam kertas tersebut berbeda-beda jadi kami bingun. Ada informasi kepulangan tapi belum jelas."

"Kami hanya minta dipulangkan karena kontrak kami sudah habis," tambahnya. (bud)

Baca juga: Mesin Boiler Pabrik Garmen di Banyumas Meledak, 2 Karyawan Terluka Kena Serpihan Kaca

Baca juga: Bupati Tegal Tinjau Penerima Manfaat BSPS Kementrian PUPR di Luwijawa: Jangan Sampai Salah Sasaran

Baca juga: Imbas PPKM, Djarum Pangkas Buruh Rokok di Kudus, Hartopo: Tadinya 4.000 Sekarang 1.100 Orang

Baca juga: BREAKING NEWS: Kapolsek Semarang Utara Meninggal, Sempat Dirawat di RSUP Kariadi karena Covid-19

Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved