Berita Semarang

Dosen Kini Harus Optimalkan Media Sosial dan Komunitas Anak Muda

Menjalani profesi sebagai dosen di perguruan tinggi pastilah identik dengan citra serius, kaku, dan jauh dari pergaulan.

Editor: Rival Almanaf
Istimewa
Hendi Pratama, Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (Unnes) 

“Dari sini saya menyadari bahwa dosen juga harus belajar dari mahasiswa. Tidak hanya stand up ini, setelah semakin mengenal mahasiswa saya juga ikut bermain game daring dan menonton drama Korea."

"Semua saya niatkan memahami dunia mereka dan menjadi metode dalam mengajar,” kata alumnus S-2 Universitas Queensland Australia dan S-3 Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta itu.

Pentingnya Media Sosial

Pria yang lahir dari keluarga sederhana di Kabupaten Semarang ini juga memahami pentingnya peran media sosial bagi dosen.

Media sosial, menurut dia, pada masa kini telah menjadi portofolio diri.

Siapa pun akan melihat citra dan profesionalitas seseorang melalui rekam jejak digital. Namun, realitasnya, ia melihat banyak dosen belum menganggap penting hal tersebut.

Untuk itu, semua media sosial miliknya, yaitu Instagram, Facebook, Youtube, dan Twitter, ia niatkan untuk berbagi motivasi dan inspirasi. Masing-masing platform digunakan untuk tujuan yang berbeda. Misalnya, Instagram yang biasa digandrungi para remaja dan mahasiswa, ia gunakan untuk berbagi inspirasi melalui video atau unggahan gambar, sedangkan Facebook dia gunakan untuk meraih audiens yang lebih dewasa untuk berbagi kisah inspiratif dan informasi yang bersifat akademik.

Baca juga: Ganjar Orang Pertama di Jateng yang Disuntik Vaksin Covid-19, saat Ditanya Dokter Bilang Lapar

Baca juga: Tarif Tol Alami Penyesuaian, Berikut Rincian Tarif Baru Tol Pejagan-Pemalang Mulai 17 Januari 2020

Baca juga: Tarif Tol Alami Penyesuaian, Berikut Rincian Tarif Baru Tol Pejagan-Pemalang Mulai 17 Januari 2020

Baca juga: Wawali Jumadi Pantau Persiapan Tempat Vaksinasi Covid-19 di Tegal: Siap, yang Pertama Nakes

“Kalau Youtube saya gunakan untuk membuat tutorial dan bahan kuliah yang lebih serius. Twitter biasa saya gunakan untuk diskusi terkait kesetaraan, gender, dan antidiskriminasi,” kata Hendi yang sebelumnya menjabat Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Bahasa dan Seni Unnes itu.

Ke depan, Hendi melihat tantangan perguruan tinggi tidaklah mudah. Globalisasi telah memaksa perguruan tinggi untuk adaptif dan berubah cepat menyesuaikan kondisi dan tantangan zaman.

Tanpa keinginan setiap civitas akademika untuk terus belajar, mustahil kampus mampu menjawab setiap tantangan global dan membekali alumnusnya dengan kompetensi unggul. “Semua itu harus berlandaskan sifat humanis karena nafas perubahan kampus adalah mendorong kebaikan bersama, demi bangsa dan negara,” ujarnya.(*)

Sumber: Tribun Pantura
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved