Berita Banyumas
Sopir dan Kernet Harus Bayar Rapid Antigen Keluar Masuk Banyumas, Aptrindo Keberatan
Sudah sepekan lebih Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masayarakat (PPKM) diterapkan di sejumlah daerah di Jawa Tengah.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: Rival Almanaf
TRIBUN-PANTURA.COM, BANYUMAS - Sudah sepekan lebih Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masayarakat (PPKM) diterapkan di sejumlah daerah di Jawa Tengah.
Pada tahap pertama, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menyebut bahwa daerah yang masuk di Semarang Raya, Solo Raya, Banyumas Raya, ditambah Pati, Rembang, Kudus, Magelang, Brebes, menjadi prioritas PPKM.
Namun, tidak menutup kemungkinan jika masih ditemui kasus positif tinggi, cakupan PPKM akan diperluas.
Baca juga: Kabar Duka, Mantan Pelatih PSIS Semarang Cornelis Soetadi Meninggal Dunia di RS Elizabeth
Baca juga: Pembuat Suart Keterangan Hasil PCR Palsu Akan Disanksi Kurungan Pidana 4 Tahun
Baca juga: Prakiraan Cuaca Kendal Hari Ini Jumat 22 Januari 2021
Baca juga: IDI Kota Tegal Imbau Penonton Bioskop Minimal Pakai Masker Bedah
Beberapa pemerintah daerah membuat aturan untuk pengetatan ini.
Termasuk Kabupaten Banyumas yang mensyaratkan warga yang keluar masuk wilayah tersebut bisa menunjukan bukti surat berupa hasil negatif rapid antigen atau swab PCR.
Beleid ini pun memunculkan pro dan kontra. Termasuk dari pelaku usaha jasa logistik atau angkutan barang yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo).
"Aturan itu (PPKM) sering membingungkan bagi pekerja di bidang logistik. Bahkan, ada pula beberapa kepala daerah yang membuat aturan lebih membingungkan lagi dengan mensyaratkan surat sakti keterangan telah menjalani rapid antigen atau bahkan swab PCR. Ini efektifitasnya patut dipertanyakan bagi semua orang yang akan keluar dan masuk wilayah itu," kata Wakil Ketua Aptrindo Jateng & DIY, Bambang Widjanarko, Jumat (22/1/2021).
Menurutnya, bagi warga yang akan bepergian untuk keperluan jalan-jalan atau piknik, syarat tersebut tidak begitu memusingkan.
Namun tidak bagi para pelaku usaha di sektor logistik.
Dimana pelaku usaha ini rutin berlalu lalang ke sejumlah daerah untuk menjamin lancarnya distribusi logistik.
Bagi pelaku usaha ini, aturan tersebut memberatkan lantaran harus ada biaya tambahan. Jika tidak bisa menunjukan surat tes, pengendara bisa melakukan tes di tempat.
"Jujur, aturan itu membuat pening dan memaksa semua untuk berpikir. Wah ada beban pengeluaran lagi nih," ujarnya.
Padahal, bagi pelaku distribusi logistik seperti sopir dan kernet bisa tiap saat bertemu orang yang berbeda di kota yang berbeda pula. Sehingga, persyaratan tersebut dipertanyakan efektivitasnya.
Apalagi, surat tes covid memiliki masa berlaku. Sehingga, memungkinkan sopir dan kernet melakukan tes berkali-kali dengan biaya banyak namun tidak bisa dipastikan efektif atau tidak untuk menekan jumlah kasus positif covid.
"Terkadang surat sakti tersebut hanya berlaku 3 x 24 jam saja. Padahal seorang sopir atau kernet truk biasanya sekali pergi dari rumah, seminggu baru pulang. Kecuali jika setelah di-rapid antigen atau di swab PCR lalu mereka dikarantina tidak boleh ketemu orang, baru mungkin hasil tesnya bisa dianggap valid. Tapi ketika habis dites, mereka harus bekerja lagi, rasanya kok tidak efektif ya," ujar Bambang.