Berita Batang
Kasus Stunting di Batang Melonjak Tajam saat Pandemi, Ini Kata Dokter Spesialis Anak RSUD Kalisari
Kasus Stunting di Batang Melonjak Tajam saat Pandemi, Ini Kata Dokter Spesialis Anak RSUD Kalisari
Penulis: dina indriani | Editor: yayan isro roziki
Penulis : Dina Indriani
TRIBUNPANTURA.COM, BATANG - Di masa pandemi Covid-19, jumlah anak yang mengalami gizi buruk atau stunting di Kabupaten Batang mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Dokter spesialis anak RSUD Kalisari Batang Tan Evi Susanti mengatakan, data anak stunting setiap tahunnya mengalami kenaikan, apalagi di masa pandemi ini melonjak tajam.
Ia pun merinci data dari tahun 2017 angkanya stunting mencapai 4.958 anak dari total 51.553 anak atau 9.62 persen.
Baca juga: Lantik Kades Pringsurat Pekalongan saat Puasa, Ini Pesan yang Disampaikan Bupati Asip Kholbihi
Baca juga: Tugu Gerobak Nasi Goreng Desa Jrakah Jadi Ikon Baru Pemalang, Ini Kata Bupati Agung
Baca juga: Teror Pecah Kaca Truk di Kendal Masih Diselimuti Kabut Misteri, Ini yang Dilakukan Polisi
Baca juga: Gondorukem dan Boxer, Dua Komoditi Ekspor Andalan Kabupaten Batang, Nilainya Capai Ratusan Miliar
Tahun 2018 angka stunting mengalami penurunan yakni 9.35 persen atau 4.921 anak dari total 53.653 anak.
Lalu, tahun 2019 angka stunting naik menjadi 10.27 persen atau 5.303 dari total anak 51.622.
“Untuk tahun 2020 Februari angka prosentasinya naik 10.50 persen atau 4.686 dari total 44.637 anak, lalu Agustus hingga Desember 2020 naik 16.71 persen atau 5.915 anak dari total anak 35.397 anak, itu hasil rekap Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (PPGBM),” tutur dr Tan Evi Susanti SpA, saat ditemui di RSUD Kaalisari Batang, Selasa (13/4/ 2021).
Dia menjelaskan, stunting adalah kondisi yang bersifat irreversible atau tidak dapat diperbaiki setelah anak mencapai usia 2 tahun.
Masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama.
Sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya
“Stunting hanya bisa dicegah sebelum anak berusia 2 tahun, tapi pengertian seperti ini walaupun sudah ada edukasi dan solusi tetap orang tuanya tidak mau kalau anaknya diperbaiki gizi buruknya dan ini menjadi kendala kita,” jelasnya.
Dengan begitu dia berharap ada kerjasama lintas sektoral untuk mengurangi bahkan menuntaskan angka stunting, bukan hanya di dinas kesehatan saja.
“Strategi penanganan stunting dinas kesehatan bekerjasama dengan lintas sektoral untuk mengaktifkan kembali kelas balita dengan edukasi yang intens dari kader Posyandu dan Puskesmas,” ujarnya.
dr Tan Evi Susanti menambahkan memperbaiki stunting harus diawali dari pola hidup sehat dan makan-makanan yang bergizi sejak remaja, agar setelah jadi ibu hamil janinnya akan bagus.
“Karena kurangnya edukasi stunting sejak remaja sehingga ketika menjadi ibu hamil bisa kurang energi kalori (KEK) dan bayi lahir prematur,” pungkasnya.(din)
Baca juga: Ramadan, Petani Melon di Batang Raup Untung Berlipat, Permintaan Buah Ini Meningkat 50 Persen
Baca juga: Mengintip Aktivitas Menulis Al Quran di Ponpes Mumtaza Banjarnegara, Diikuti Peserta Lintas Usia
Baca juga: 90 Orang Calhaj dan Lansia di Slawi Divaksin pada Pagi Hari Pertama Ramadan, Begini Penjelasannya
Baca juga: Dari 17.000 Lansia di Tegal, Baru 24 Persen yang Divaksin, Dinkes Bakal Lakukan Strategi Ini