Berita Purbalingga
7 Pendaki Gunung Slamet Diberi Sanski karena Tinggalkan Rekan yang Sedang Sakit
7 Pendaki Gunung Slamet Diberi Sanski karena Tinggalkan Rekan yang Sedang Sakit
TRIBUNPANTURA.COM, PURBALINGGA - Tujuh pendaki Gunung Slamet diberi sanksi oleh petugas basecamp karena meninggalkan rekan mereka yang sedang sakit.
Seorang pendaki wanita terpaksa dievakuasi saat mendaki Gunung Slamet via jalur Bambangan, Purbalingga, Jawa Tengah, Jumat (30/10/2020) malam.
Survivor bernama Elsa Qurratul Aini (19), warga Banyumas, tersebut mengalami gejala acute mountain sickness (AMS) saat berada di pos dua.
Baca juga: Daftar Prakerja Gelombang 11 di www.prakerja.go.id, Simak Batas Akhir Pendaftaran dan Kuotanya
Baca juga: Dua Petani di Batang Jadi Korban Robohnya Toer SUTET, Bupati Wihaji Minta Ini ke Pengembang
Baca juga: Komnas HAM Sebut Kematian Pendeta Yeremia Diduga karena Ditembak Oknum TNI dari Jarak Dekat
Baca juga: Duda-Janda Kenalan di Warung Es, 3 Hari Kemudian Janji Menikahi, Ujung-ujungnya Bawa Kabur Motor
Kepala Pos Pendakian Gunung Slamet via Bambangan, Saiful Amri, saat dikonfirmasi pada Senin (2/11/2020) mengatakan, kamp induk menerima laporan adanya pendaki yang sakit sekitar pukul 17.30 WIB.
Setelah dilakukan verifikasi, petugas akhirnya menurunkan tim SAR untuk menjemput survivor.
“Tim SAR berangkat menuju pos dua pukul 19.00 WIB dan berhasil mengevakuasi survivor menggunakan tandu. Tim sampai di basecamp sekitar pukul 23.30 WIB,” terangnya.
Sesampainya di kamp induk, survivor langsung mendapatkan penanganan dari petugas.
Setelah beristirahat beberapa saat, kondisi survivor berangsur membaik.
Meskipun survivor selamat, ada peristiwa kurang elok yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Survivor yang merupakan satu-satunya pendaki wanita dalam rombongan justru tidak mendapat pendampingan saat turun menuju kamp induk.
“Begitu ketemu tim SAR, rombongan korban malah justru melanjutkan pendakian sampai puncak, tidak ada satu pun yang mendampingi tim SAR ke basecamp,” ujarnya.
Saiful sendiri sangat menyayangkan peristiwa tersebut.
Padahal, di dalam tata tertib pendakian tertulis bahwa dilarang meninggalkan rekan pendakian dalam keadaan apa pun.
“Kebersamaan lebih utama dibanding ego semata, puncak tak akan lari dikejar, seharusnya utamakan keselamatan bersama,” tegasnya.
Sesampai di kamp induk, tujuh rekan survivor pun akhirnya disidang oleh petugas.
Mereka dibina secara verbal di depan banyak pendaki.
“Iya itu hal yang tidak terpuji, kami berikan sanksi sosial. Kami bina di basecamp di depan banyak pendaki sebagai contoh sehingga ada efek jera,” pungkasnya.
Apa itu AMS?
Salah satu kondisi yang bisa mengancam keselamatan saat pendakian adalah acute mountain sickness (AMS).
AMS atau yang sering kali disebut sebagai penyakit gunung bisa terjadi saat pendaki berada atau bermalam di ketinggian tertentu.
Kondisi ini bisa terjadi pada usia tua dan muda, pria ataupun wanita.
Namun, beberapa penelitian menyatakan wanita lebih sering terserang kondisi ini.
AMS biasanya disebabkan oleh penurunan kadar oksigen dan tekanan udara yang semakin berkurang. saat mendaki ke tempat yang lebih tinggi.
Faktor pemicu
AMS biasanya disebabkan karena adanya rimayat AMS sebelumnya, konsumsi alkohol atau aktivitas berlebihan saat tubuh belum beradaptasi dengan ketinggian.
Pendakian yang terlalu cepat, kondisi medis yang berpengaruh pada sistem pernapasan dan tidak terbaisa berada di tempat tinggi, juga bisa menyebabkan AMS.
Gejala
Gejala dan tanda dari AMS biasanya timbul dalam waktu beberapa jam sampai satu hari.
Gejala AMS bisa berupa, sakit kepala, pusing, lelah, dan tidak bisa tidur (sering terbangun saat tidur).
Atau bisa juga kehilangan nafsu makan, serta mual dan muntah.
Apabila tidak ditangani dengan baik, AMS ini bisa berlanjut pada kondisi lebih buruk, berupa edema otak dan edema paru.
Penanganan
Menghentikan sementara pendakian merupakan terapi efektif bagi AMS.
Biarkan tubuh beristirahat dan membiasakan diri dengan kadar oksigen dan tekanan udara yang rendah saat berada ketinggian.
Saat beristirahat, hindari konsumsi alkohol atau melakukan aktivitas berlebihan.
Gejala tersebut biasanya membaik seiring dengan kondisi tubuh pendaki yang sudah beradaptasi.
Jika dalam waktu 24-48 jam kondisi tidak membaik atau justru semakin memburuk, segera turun gunung.
Obat-obatan yang bisa diberikan untuk mengurangi gejala AMS antara lain parasetamol atau ibuprofen untuk mengurangi sakit kepada atau pusing.
Ondansetron atau promethazin untuk mengurangi mual dan muntah.
Asetazolamide dan dexamethason adalah salah satu obat yang sering digunakan baik untuk pencegahan maupun pengobatan AMS.
Kita juga bisa menggunakan oksigen portabel untuk mengtasi AMS.
Agar lebih aman, sebaiknya kita berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Cara mencegah
AMS yang tidak ditangani dengan tepat bisa berakibat fatal, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Demi mencegah AMS saat mendaki, sebaiknya kita mendaki secara perlahan supaya tubuh bisa beradaptasi.
Lalu, jngan menggelar tenda di ketinggian lebih dari 2800 MDPL.
Hindarilah bermalam di puncak, agar kita terhindar dari AMS dan berbagai bahaya lainnya saat pendakian. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Tinggalkan Rekan yang Sedang Sakit, 7 Pendaki Disanksi di Gunung Slamet
Baca juga: Begini Kesaksian Korban Robohnya Tower Sutet di Batang, Terungkap PLN Janjikan Hal Ini
Baca juga: Proyek Revitalisasi Alun-alun Kota Tegal Lambat, Baru Capai 36 Persen, Ini Kata Dedy Yon
Baca juga: 17 Pedagang Positif Covid-19, Dinkes Kabupaten Tegal: Bisa Disebut Klaster Pasar Margasari
Baca juga: Begini Cara Mengurus SIM yang Hilang, Bila Terpenuhi Tak Perlu Bikin Baru Lagi