Berita Semarang
Pabrik Air Minun Pertama Berada di Semarang, Bule Belgia Cari Tutup Botolnya di Kota Lama
Kebesaran pabrik air minum Hygeia di Kota Semarang memang telah mendunia. Pabrik air minum pertama di Indonesia.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: Rival Almanaf
TRIBUN-PANTURA.COM, SEMARANG - Kebesaran pabrik air minum Hygeia di Kota Semarang memang telah mendunia.
Pabrik air minum pertama di Indonesia itu memantik para pelancong untuk mengetahui sejarah di dalamnya.
Satu di antaranya seorang wanita asal Belgia yang jauh-jauh datang ke Indonesia demi tutup botol air kemasan tersebut.
"Kejadian itu terjadi akhir tahun kemarin, saya diminta wanita Belgia untuk mencarikan botol air minum Hygeia atau tutupnya saja tidak apa-apa," ujar penjaga gedung eks-pabrik Hygeia,Sagiyo (60) kepada Tribun-Pantura.com, Kamis (26/11/2020).
Baca juga: Kementerian Perhubungan Resmi Kelola Terminal Tipe A Kota Tegal
Baca juga: Sisi Positif Lalulintas Ruwet, Maling Handphone di Kebumen Tertangkap Karena Terjebak Macet
Baca juga: Cerai dengan Istri, Pria Semarang Alih Profesi Jadi Dukun Cabul, Korbannya Gadi-gadis ABG
Baca juga: Vaksin Covid-19 Merah Putih Siap Diproduksi Triwulan Ke Empat 2021
Menurutnya, wanita Belgia yang datang bersama seorang penerjemahnya tersebut, mencari bekas botol minuman Hygeia lantaran memiliki sejarah tinggi.
Bahkan, bule itu hendak mengulik secara khusus kondisi pabrik tersebut.
Sebagai syarat tugasnya sebelum bekerja di sebuah museum di Belanda.
"Namun saya tidak bisa banyak membantu karena belum mendapat izin dari pemilik bangunan," ujarnya.
Dia mengungkapkan, akhirnya bule itu hanya mengambil kondisi bangunan dari luar saja.
Lantas mencari botol bekas minuman Hygeia ke pasar loak di kawasan kota lama.
"Informasi dari penerjemah bule Belgia berhasil mendapat tutup botol minuman limunnya saja.
Dia beli satu tutup botol itu seharga Rp 60 ribu," katanya.
Pabrik minuman Hygeia berada di kawasan Pasar Ikan Hias Jurnatan, tepatnya di Jalan K.H. Agus Salim, Semarang Tengah, Kota Semarang.
Bangunan pabrik berdampingan dengan pasar Ikan Hias tersebut.
Di atas deretan kios ikan terdapat tulisan Pabrik Hygeia bercorak cokelat beradu dengan warna krem dinding pabrik itu yang kian pudar dilumat usia.
Sagiyo mengatakan, bangunan pabrik itu memiliki luas sekira 5.000 meter persegi.
Kini difungsikan sebagai gudang penyimpanan dekorasi untuk pameran kota lama.
"Isi bangunan tinggal dekorasi itu, alat-alat pabrik sudah dijual oleh pemilik," bebernya.
Sebelum difungsikan sebagai gudang, menurutnya, pabrik minuman itu sempat beralih fungsi sebagai pabrik limun.
Lantas berubah drastis menjadi pabrik sabun cuci.
Kemudian menjadi pabrik minyak goreng yang cukup dikenal di Kota Semarang yakni minyak goreng merek Orbolin.
Minyak goreng itu dikenal sebagai minyak goreng berkualitas tinggi di Kota Semarang.
"Untuk tahun persisnya perkembangan sejarah tersebut saya tidak tahu pasti karena saya baru kerja di sini tahun 1979," katanya.
Seorang warga yang enggan diungkap identitasnya, pernah menjadi distributor tetap minyak goreng Orbolin.
Terakhir dia membeli minyak goreng di tempat tersebut pada tahun 1995.
"Dulu minyak goreng ini paling bagus, sekarang sudah tidak ada," katanya.
Sementara itu, Ahli cagar budaya dari Unika Soegijapranata Semarang,Tjahjono Raharjo mengatakan, Hygeia merupakan pabrik air kemasan pertama di Indonesia yang sudah ada sejak tahun 1901.
Baca juga: Viral di Pemalang, Pohon Tua di Areal Pemakaman Terbakar, Begini Imbauan Kades
Baca juga: Majelis Hakim Tolak Eksepsi Wasmad Penyelenggara Konser Dangdut Viral di Tegal
Baca juga: Wisata di Banyumas Ditutup Hingga Desember untuk Pencegahan Virus Corona
Baca juga: Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM Kabupaten Tegal Kelompokan UMKM dalam Berbagai Klaster
Dikelola oleh Hendrik Freerk Tillema yang berasal dari Belanda yang berprofesi asli sebagai apoteker.
"Pabrik itu tutup mungkin karena adanya perubahan zaman apalagi ada penjajahan Jepang dan lainnya. Namun alasan pasti tutupnya pabrik itu saya tidak tahu persis," ujarnya saat dihubungi Tribun-Pantura.com.
Berdasarkan nilai sejarah, kata Tjahjono, bangunan pabrik itu seharusnya ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya.
"Usia bangunan itu sudah ada 100 tahun, selayaknya masuk sebagai bangunan cagar budaya," bebernya.
(Iwn)