Berita Semarang

Soal Ricuh Demontrasi, Polda Jateng Sebut Polisi Tak Larang Jurnalis Lakukan Peliputan, tapi . . .

Soal Ricuh Demontrasi, Polda Jateng Sebut Polisi Tak Larang Jurnalis Lakukan Peliputan, tapi . . .

Tribun-Pantura.com/ Hermawan Handaka
Massa aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja memanjat pagar gedung DPRD Provinsi Jawa Tengah, Rabu (7/10/2020) 

TRIBUNPANTURA.COM, SEMARANG - Beredar kabar seorang Jurnalis M Dafi Yusuf mendapatkan intimidasi dari aparat kepolisian saat meliput aksi demonstrasi di depan kantor Gubernuran.

Dafi diminta untuk menghapus sejumlah file dalam bentuk foto maupun video hasil peliputan.

Adanya kabar tersebut, Kabidhumas Polda Jateng Kombes Pol Iskandar Fitriana Sutisna menegaskan aparat kepolisian tidak pernah menghalang-halangi wartawan saat meliput kegiatan apapun.

Wartawan Dapat Intimidasi dari Oknum Polisi saat Meliput Aksi Penolakan UU Cipta Kerja di Gubernuran

Satgas Covid-19: Tersedianya Vaksin Bukan Satu-satunya Jaminan Tuntaskan Pandemi Corona

Awas, Hati-hati! Berita Bunuh Diri Bisa Memancing Orang Depresi Berniat Bunuh Diri

Dosen Progresif, Liburkan Perkuliahan Persilakan Mahasiswa Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja

"Polisi tidak pernah melarang jurnalis apalagi menghalang-halangi kegiatan peliputan wartawan sepanjang ada identitas wartawan," tutur dia dari siaran pers yang diterima tribunpantura.com,Kamis (8/10/2020).

Kombes Pol Iskandar Fitriana Sutisna menegaskan bahwa dalam situasi terlanjur anarkis dan ricuh pada saat aksi demonstrasi kemarin aparat kepolisian berusaha dengan kekuatan yang ada untuk melindungi warga, termasuk para jurnalis dari aksi kekerasan para demonstran.

"Situasi dan kondisi unras yang meningkat exkalasinya maka polisi berusaha melindungi warga dari aksi kekerasan agar tidak menjadi korban,"ujar dia.

Ia mengingatkan para wartawan, agar menggunakan identitas berupa seragam, topi, maupun kartu pengenal.

Hal ini bertujuan agar polri dapat membedakan antara warga, jurnalis, maupun pendemo.

Disisi lain, tambah dia, Polda Jawa Tengah telah menegaskan tidak akan mengeluarkan izin terhadap aksi unjuk rasa atau izin keramaian selama masa pandemi.

Termasuk tidak memberikan izin terhadap aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja guna mencegah penularan Covid-19.

Kejadian intimidasi dibenarkan oleh Dafi. Dirinya mendapatkan kejadian tidak mengenakkan saat mendokumentasikan pembubaran massa unjuk rasa

" Saat itu saya merekam pembubaran massa. Saya merekam aparat sedang memukuli pengunjuk rasa," ujar dia.

Saat merekam dia didatangi sekitar 10 orang aparat kepolisian dan meminta untuk menghapus hasil dokumentasinya.

Aparat polisi itu juga membentak-bentak saat meminta untuk menghapus rekaman. Dirinya juga diawasi saat menghapus rekamannya.

"Hapus vidio yang tadi kamu rekam. Tadi pas aksi massa lempar batu kamu rekam juga seharusnya," ujarnya sambil menirukan perkataan polisi.

Dafi menuturkan saat diminta menghapus rekaman, juga telah menunjukkan kartu pers. Rupanya tidak upaya yang dilakukannya tidak direspon aparat.

"Perlawananku, ya aku memperlihatkan id pers. Ngerti SOP ketika peliputan aksi kan."

"Sejak awal acara demo saya sudah pakai id card dan dikalungke di leher kayak pada umumnya lah. Namun polisi tetap memaksa nyuruh hapus vidio itu," jelasnya.

Kejadian serupa juga dialami wartawan Tribunpantura.com. Saat itu penulis sedang mendokumentasikan peserta demo digiring ke truk polisi usai pembubaran unjuk rasa.

Saat mengambil dokumentasi tiba-tiba aparat kepolisian berteriak agar tidak mendokumentasikan kegiatan tersebut.

Bahkan salah seorang Polisi mengambil handphone (ponsel) yang digunakan pendokumentasian di hadapan para jurnalis lainnya.

"Sini handphone kamu. Saya hapus video kamu," ujar pria berseragam polisi.

Saat menghapus dokumentasi polisi mengetahui bahwa handphone yang disitanya milik seorang wartawan Tribunpantura.com.

Bahkan kartu pers juga dikenakan saat melakukan proses dokumentasi, namun rupanya tidak digubris.

"Saya tadi bilang jangan ambil gambar. Podo kesele bos, " tutur salah seorang Polisi.

Wartawan Tribun.pantura meminta agar hasil dokumentasinya tidak dihapus semua. Namun rupanya polisi tetap menghapus hasil repotase.

Beruntung data yang akan dihapus itu tidak hilang saat handphone dikembalikan ke wartawan tribun jateng.

Handphone tersebut telah diproteksi dengan kode password.

Tidak hanya itu usai pembubaran awak media sempat tidak diperbolehkan masuk Kantor Gubernuran.

Hingga satu diantara Jurnalis yang ada di dalam gedung mendatangi polisi meyakinkan bahwa rekan-rekannya yang tidak boleh masuk adalah wartawan. (*)

Penyerang Manchester United Cavani Bongkar Fakta Mengejutkan soal Neymar Selama di PSG

Ngobrol dan Temui Peserta Aksi Massa yang Ditangkap Polisi, Ganjar Sampaikan Hal Ini

Pemuda Kebumen Ngaku Kulakan Pil Koplo dari Jakarta, Tinggal Telepon Barang Dikirim

114 Orang di Tasikmalaya Keracunan Seusai Menyantap Nasi Kuning di Pesta Ulang Tahun

Sumber: Tribun Pantura
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved