Berita Kendal

Mengenal Tradisi 'Weh-wehan' Kaliwungu Kendal, Ada Sejak Ratusan Tahun Lalu, Lestari hingga Kini

Mengenal Tradisi 'Weh-wehan' Kaliwungu Kendal, Ada Sejak Ratusan Tahun Lalu, Lestari hingga Kini. tradisi weh-wehan peringati maulid nabi

Penulis: Saiful Masum | Editor: yayan isro roziki
TribunPantura.com/Saiful Masum
Masyarakat Kaliwungu, Kendal memberikan makanan dan jajanan kepada tetangga dan handai tolan dalam tradisi 'Weh-wehan' saat peringatan hari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad, Selasa (19/10/2021). 


Selain itu, beberapa makanan khas lainnya seperti Ketan Abang Ijo, Serabi, Klepon, dan beberapa makanan khas lainnya turut dihadirkan.


Masyarakat juga menghiasi rumah sisi depan dengan lampu hias, dikenal dengan tradisi teng-tengan. 


Saat waktunya tiba, anak-anak hingga remaja akan berhamburan keluar rumah dengan membawa makanan yang sudah dipersiapkan.


Masyarakat akan saling tukar-menukar makanan dalam rangka bersedekah. 


Seorang tokoh masyarakat asli Kaliwungu, Mukh Mustamsikin (57) mengatakan, hingga saat ini antusias masyarakat untuk menghidupkan tradisi Weh-wehan masih tinggi.


Sehingga, adat istiadat yang konon digaungkan para ulama Kaliwungu agar penduduk memperbanyak sedekah saat menyambut Hari Kelahiran Nabi Muhammad tetap eksis sampai sekarang.


Bahkan, pengasuh salah satu ponpes tahfidz di Kaliwungu itu menyebut, nilai dari tradisi ini masih tetap terjaga hingga sekarang.


"Weh-wehan ini berawal dari istilah 'aweh-awehan', artinya dari sana memberi, dari sini juga memberi."

"Ini sudah ada sejak saya kecil, dan konon ini adalah hasil fatwa kiai yang disampaikan kepada masyarakat dan dilaksanakan sampai saat ini," terangnya saat ditemui di kediamannya, Selasa (19/10/2021).


Kata dia, tak ada yang berubah dari sisi cara penyampaian makanan satu sama lain.


Warga yang lebih muda akan berkunjung ke penduduk lain yang lebih tua untuk menghantarkan makanan/jajanan.


Sebagian masyarakat berinovasi dengan mengiasi rumahnya dan jalan sekitar.


Di tempat itu, penduduk akan menggelar jajanan di depan rumah masing-masing di setiap gang. 


Antar warga akan saling tukar makanan sampai makanan yang disiapkan habis dibagikan. 


"Karena zamannya banyak kreatifitas, tradisi ini kemudian diimporovisasi agar terkonsep lebih menarik, namun nilainya sama," tutur Mustamsikin.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Pantura
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved