Berita Semarang

Aktivis Perempuan dan Anak di Kota Semarang Desak Polisi Ungkap Kasus Pembuangan Bayi

Sejumlah aktivis perempuan dan anak di Kota Semarang mendesak pihak Kepolisian untuk mengungkap kasus pembuangan bayi yang terjadi di Kota Semarang.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Rival Almanaf
Istimewa
Kasus penemuan kuburan orok bayi di Gajahmungkur Kota Semarang yang terjadi sebulan lalu kini belum tertangkap pelakunya.    

TRIBUN-PANTURA.COM, SEMARANG - Sejumlah aktivis perempuan dan anak di Kota Semarang mendesak pihak Kepolisian untuk mengungkap kasus pembuangan bayi yang terjadi di Kota Semarang. 

Hal ini buntut dari rentetan kasus pembuangan bayi yang terjadi di sepanjang tahun 2020. 

Terdapat tiga kasus kekerasan terhadap bayi mulai dari pembuangan bayi maupun pembunuhan dengan cara dikubur. 

Baca juga: TMMD di Kota Tegal Rampungkan Pembangunan Saluran U-Ditch Sepanjang 283 Meter

Baca juga: Pelaku Parekraf di Tegal Ikuti Bimbingan Teknis Cara Mengadakan Pertemuan di Masa Pandemi

Baca juga: Jadwal Samsat Keliling Kota Tegal Kamis 22 Oktober, Buka di Polsek Tegal Barat dan 7 Tempat Lainnya

Baca juga: Mahasiswa dan Dosen Diupayakan Jadi Prioritas ke Tiga Vaksinasi Covid-19

Kasus tersebut terjadi di Kelurahan Cangkiran, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Senin, 20 Januari 2020 yakni bayi berjenis kelamin laki-laki ini dibuang oleh pelaku. 

Kedua kasus pembuangan bayi laki-laki di Jalan Mr. Kusbiyono Kelurahan Patemon RT 1 RW 5 Kecamatan Gunungpati kota Semarang, Sabtu (4/7/2020).

Selanjutnya, ditemukan orok bayi perempuan berusia 7 bulan di lantai 3 bekas gedung Kampus STIE Anindya Guna Jalan Dr. Sutomo Kelurahan Petompon Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang, Jumat (25/9/2020).

Dari sekian kejadian tersebut hanya di Polsek Gunungpati yang sementara ini berhasil diungkap. Kedua orangtua bayi ditangkap oleh Polisi, Senin (20/7/2020) malam. 

Sedangkan dua kasus lainnya hingga kini masih belum terkuak siapa dalangnya. 

Untuk itu, Aktivis perempuan dan anak di Kota Semarang mendesak Kepolisian  segera mengungkap kasus tersebut. 

Seperti diungkapkan dari Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi  Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Kota Semarang, Citra Ayu mengatakan, mendorong pihak polisi untuk segera menangkap pelaku pembuangan bayi lantaran kasus tersebut termasuk kekerasan terhadap anak. 

"Orangtua dari bayi seharusnya tidak membuangnya meskipun ia menjadi korban kekerasan seksual maupun karena faktor ekonomi," paparnya kepada Tribunjateng.com, Rabu (21/10/2020).

Ia mengatakan, pihaknya juga ingin mengetahui motif pelaku pembuangan bayi agar dapat memberikan pendampingan jika alasannya korban mengalami kekerasan seksual. 

"Jika memang terbukti ibu bayi yang membuang dan dia menjadi korban kekerasan seksual maka kami siap melakukan pendampingan baik dari proses hukum maupun sisi medis kesehatan dan psikologis," bebernya. 

Menurutnya, pihaknya mencatat di Kota Semarang serangkaian kekerasan seksual terjadi sebanyak 57 kasus pada rentang waktu Januari-September 2020.

"Dari kesekian kasus tersebut terbagi dua kategori usia anak  35 anak perempuan dan 41 usia perempuan dewasa," ungkapnya. 

Sementara Direktur LSM Setara, Hening Budiyawati menjelaskan, merujuk pada undang - undang perlindungan anak yang disebut anak adalah orang yang berusia 18 tahun ke bawah. 

Maka bayi maupun orok bayi yang masih di dalam kandungan juga disebut anak sehingga dilindungi Undang-undang.

"Anak di dalam kandungan memiliki hak hidup meskipun anak itu hasil hubungan seksual di luar nikah. Pelaku pembuangan bayi telah melanggar Undang-undang perlindungan anak dan KUHP," jelasnya. 

Ia menjelaskan, Polisi segera dapat mengungkap kasus tersebut agar pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya. 

Kendati sampai kini masih ada kasus yang belum terungkap, ia yakin Polisi sudah memiliki prosedur penyelidikan untuk segera menangkap pelaku. 

Ia menilai andai kasus ini tidak diungkap ditakutkan dapat menjadi contoh bagi pasangan lain untuk melakukan perbuatan tersebut. 

"Serangkaian penyelidikan kepolisian semoga dapat menjerat para pelaku yang telah menghilangkan hak hidup anak," jelasnya. 

Ia mengungkapkan, berdasarkan pengamatannya kasus tersebut muncul lantaran adanya hubungan seksual pra nikah terutama yang dilakukan kalangan mahasiswa. 

Bahkan ia menilai tidak hanya mahasiwa kini sudah terjadi juga di kalangan pelajar. 

Ketidaksiapan secara psikologis maupun ekonomi tersebut dapat memicu kasus tersebut. 

"Adanya kasus itu harus menjadi pembelajaran bagi Pemerintah untuk lebih gencar melakukan edukasi reproduksi," jelasnya. 

Di sisi lain, Kapolsek Gajahmungkur Kompol Yuliana BR Bangun mengakui, kasus pengubur orok bayi di wilayahnya memang belum terungkap. 

Ia mengatakan, pihaknya kesulitan mengungkap kasus tersebut karena pelaku tidak terekam di kamera cctv di sekitar lokasi kejadian. 

Baca juga: Jadwal Samsat Keliling Kabupaten Tegal Hari Ini, Kamis (22/10/2020) Ada di Tiga Lokasi

Baca juga: Heboh, Nelayan Maluku Temukan Bayi Hiu Bermata Satu: Seperti Dajjal, Pernah Terjadi di Meksiko

Baca juga: Pengacara Ditangkap Polisi, Diduga Terlibat Kasus Pembunuhan, Coba Kabur Lompati Pagar Gereja

Baca juga: Begini Cara Mendapatkan BLT UMKM Rp2,4 Juta dari Kemenkop dan Cara Mengeceknya

"Dalam kejadian itu juga minim saksi tetapi kami tetap upayakan ungkap kasus tersebut," katanya. 

Kaposek Mijen AKP Ady Pratikto menuturkan, sewaktu kejadian penemuan bayi belum bertugas di Polsek Mijen. 

Ia mengaku memang tidak diberitahukan perihal kasus tersebut dari Kapolsek sebelumnya. 

"Hingga detik ini pelaku belum tertangkap, penyidik juga belum ada pembicaraan," tandasnya. (Iwn)

Sumber: Tribun Pantura
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved